Pesta sex
CERITA DEWASA.
PESTA SEX
Anggi merupakan gadis yang berparas cantik dengan kulit putih dan tubuh mulusnya, dia mahasiswi yang cerdas juga dikelasnya, tapi bentuk payudara dan pantatnya biasa saja bisa dibilang kurus kalau seukuran dia, di kota Semarang Anggi berkuliah dan disana dia ngekos bersama salah satu temannya sebut saja Hana dia lebih tua dari Anggi umurnya 30an diusinya yang segitu dia cantik dan pandai merawat tubuhnya.
Rupanya, ci Hana yang sudah lama tidak merasakan belaian pria menyimpan; lebih tepatnya menimbun libido yang secara perlahan-lahan telah menggerogoti moralnya (walaupun belum sampai mengenai akal sehatnya).
Selama ditinggalkan kekasihnya sejak 7 tahun yang lalu, ia sering merasa kesepian tak jarang ia berusaha memuaskan dirinya sendiri dengan berbagai peralatan dan VCD yang disewanya/dibeli melalui pembantunya, karena ia sendiri sebenarnya malu kalau harus terang-terangan membeli atau menyewa benda-benda seperti itu.
Demikian pula untuk bermain dengan pria yang tidak dikenal, ci Hana menganggap mereka tidak bersih sehingga ia takut untuk berhubungan badan dengan mereka. Namun demikian, ini tidak mengurangi fantasi ci Hana dalam membayangkan bentuk seks yang diinginkannya.
Bahkan sejak 2 tahun yang lalu, ia juga mulai tertarik untuk melakukan hubungan seks dengan sesamanya. Ini dapat dilihat dari reaksinya terhadap Anggi sehari-hari, tak jarang ia menelan air ludah dan menjilati kedua bibirnya apabila melihat Anggi mengenakan kaos ketat apabila ia ke kampus. Padahal, bentuk tubuh Anggi begitu biasa apalagi apabila dibandingkan dengan dirinya sendiri yg jauh lebih seksi.
Apa yang dilihat pada diri Anggi adalah dirinya sendiri 10 tahun silam; ketika ia masih berada di awal-awal usia 20 tahun: alim dan rajin namun begitu naif. Ci Hana sendiri bertekad untuk memberinya ‘pelajaran’ suatu saat.
Namun sesudah agak lama tinggal bersama Anggi, barulah Ci Hana mengetahui bahwa ia sudah tidak perawan lagi: ketika ia masih SMP dulu pacarnya sendiri memperkosanya dan sejak saat itu, Anggi begitu minder dan seringkali menhindar dari pergaulan sekitarnya, hingga saat ia kuliah. Ci Hana mengetahui hal ini dari Anggi sendiri yang memandang Ci Hana sebagai wanita yang sabar, bijaksana dan dewasa.
Pucuk dicinta ulam tiba, seminggu yang lalu adik ci Hana yang laki-laki tiba dan hendak menginap untuk satu bulan karena suatu urusan. ‘Sekali tepuk 2 lalat’ inilah yang ada dalam pikiran ci Hana melihat adiknya sendiri dan Anggi.
Suatu sore sejak 3 hari kedatangan adiknya Ci Hana sudah mempersiapkan rencana yang baik: pertama adiknya, kemudian Anggi. Biasanya, Anggi tiba di kos pukul 19:00 dan ia hendak memulai rencananya itu pukul 18:30 dengan melakukan ‘pemanasan’ terhadap adiknya.
Pukul 18:30, Hana memanggil adiknya untuk masuk ke kamarnya. Tanpa berprasangka apa-apa, adiknya masuk ke kamarnya. Dilihatnya Ci Hana yang mengenakan celana pendek jins ketat dan kaos tanpa lengan yang ketat pula ia sedang menghadap ke cermin dan mengikat rambutnya yang bergelombang halus itu.
Melihat bayangan adiknya di cermin, Ci Hana tersenyum dan berkata: “Masuk saja, cici cuman sebentar koq.” Diam-2, adiknya memperhatikan cicinya dan berpikir: “Cantik juga, walaupun sudah kepala tiga. Badannya juga begitu padat dan seksi..”
Ci Hana yang mengerti bahwa dirinya sedang diperhatikan adiknya sendiri hanya tersenyum simpul tiba-tiba ia berdiri, mendekati adiknya dan menggandeng tangannya. Adiknya kaget sekali namun ia tidak berkata apa2. Ci Hana membimbing adiknya menuju sebuah pintu sambil sesekali melirik ke belakang dan tersenyum simpul ke arah adiknya.
Ci Hana membuka pintu kamar tersebut dan menyalakan lampunya. Ternyata, apa yang dilihat adiknya adalah sesuatu yang menakjubkan namun juga membuatnya sedikit shock: sebuah kamar yang cukup luas dengan seluruh dinding ditutupi bahan kedap suara berwarna pink.
Ranjang yang terletak di tengah ruangan, sebuah TV lengkap dengan stereo-setnya yang mewah: juga 3 teve hitam-putih kecil yang menampakkan situasi di ruang tamu, kamar Anggi dan kamarnya sendiri.
Namun yang membuatnya begitu kaget dan sedikit takut adalah koleksi VCD, video dan DVD porno yang berserakan di lantai. Berbagai alat bantu seksual, dan sebuah manekin lengkap dengan penis palsunya segala.
Tahulah ia apa yang diinginkan dari cicinya tanpa disadarinya, Ci Hana sudah mengunci pintu kamar dan mulai melepaskan pakaiannya satu persatu. Namun ia berhenti sampai pakaian dalam saja. Jadilah Ci Hana hanya mengenakan bra dan celana-dalam warna hitam, ia berdiri begitu seksi dan menggoda dengan rambutnya terikat (untuk memudahkannya saat permainan nanti, begitulah yang ada di pikiran Ci Hana). “Sudahlah, kamu menurut saja toh kamu disini hanya sebulan. Masa kamu tidak kasihan sama cici yg sudah lama tidak merasakan hangatnya tubuh pria?”
Adiknya masih ragu. Ci Hana tahu ini dan tanpa membuang banyak waktu, ia segera maju ke depan membuka celana pendek adiknya dengan mudah (entah bagaimana, adiknya tidak mampu melawan cicinya sendiri).
Mulailah ia mengoral batang kemaluan adiknya itu. Ci Hana mempercepat gerakan mengocoknya dengan tangan kanan, dia menengadah dan menatap wajah adiknya dengan tatapan tajam penuh birahi ia mendesis sambil berkata: “Sss.. awas kalau kamu berani keluar sebelum aku. Lebih baik kamu cari kos lain saja, meskipun kamu adikku!”
Sesudah berkata demikian, ci Hana memasukkan seluruh batang kemaluan adiknya ke dalam mulutnya. Ia menggerakkan kepalanya maju mundur membuat batang kemaluan adiknya keluar-masuk dengan sangat cepat.
Adik ci Hana hanya dapat mengerang nikmat mendapat perlakuan seperti itu dari cicinya yang ternyata sangat berpengalaman dalam hal memuaskan pasangan mainnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan cicinya.
Di tengah-tengah permainan, Ci Hana melepaskan branya dengan tangan kirinya yang masih bebas. Diliriknya teve hitam putih yg secara rahasia memonitor kamar Anggi. Ternyata ia baru saja datang, dan waktu menunjukan pukul 18:55. Tepatlah perhitungannya: adiknya yang nafsunya sedang menanjak pasti akan mau diajaknya berkompromi.
Ci Hana menghentikan oralnya, dan tahulah ia bahwa adiknya agak kecewa. “Tunggu sebentar aku ada tugas buat kamu: bawalah Anggi ke kamar ini.” Adiknya mengerti apa yang diinginkan ci Hana. Sementara adiknya pergi memanggil Anggi ia segera mematikan monitor2-nya, melepas celana dalamnya yang sedikit basah dan bersembunyi di sebelah pintu.
Begitu adiknya masuk bersama Anggi ia segera mengunci kamarnya lagi dan mendorong Anggi hingga jatuh ke ranjang. Anggi yang bertubuh kurus dan lelah sehabis kuliah tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti terhadap perlakuan Ci Hana yang begitu tiba-tiba tersebut. Ci Hana melucuti kaos ketat yang dikenakan Anggi dengan buas.
“Kyaa..!!” Anggi menjerit, namun percuma karena ruangan tersebut kedap suara. Adik Ci Hana hanya diam saja karena shock melihat keganasan cicinya apalagi dengan sesama jenis! Ci Hana telah sampai pada branya.
Dengan kasar, ia merenggut bra Anggi dan melemparkannya ke lantai. Ci Hana melihat sepasang toket Anggi yang kecil. “Seharusnya kamu tidak usah pakai bra sama sekali. Toh tidak memberi perbedaan yang berarti..” Ci Hana melanjutkan dengan melepas kancing celana jins Anggi dan membuka ritsluitngnya dan melepaskannya.
“Pahamu putih dan mulus juga yah..” Terakhir, Ci Hana menurunkan celana dalam Anggi. Anggi tak dapat berbuat apa-apa terhadap Ci Hana yang terus menggerayangi tubuhnya dan sesekali menciuminya.
Tiba-tiba Ci Hana berdiri dan berjalan menuju lemari. Diambilnya sebuah penis palsu (dildo) dan semacam lotion. Ia mengolesi dildonya dengan lotion tersebut dan memberikannya kepada adiknya, “Kamu pakai juga. Aku tidak mau dia berteriak-teriak kesakitan.” Adik Ci Hana menurut ia melepas seluruh pakaiannya dan mulai mengolesi batang kemaluannya dengan lotion yang diberikan cicinya.
“Jangan ci.. saya takut.” Anggi yang sudah lemas berkata dengan penuh kekuatiran, melihat ci Hana mengenakan penis palsu (dildo) bergerigi dengan ukuran yang cukup mengerikan seperti mengenakan celana dalam.
Ci Hana dengan cepat bergerak ke arah Anggi. “Diam. Mana lotionnya.” Sesudah mendapatkan lotion, ia mulai mengolesi dinding vagina Anggi sambil berkata: “Kamu jangan takut, percaya sama cici saja. Sesudah itu, ia membalikkan tubuh Anggi dan melumasi lubang pantatnya pula.
“Ayo kamu lubang yang satunya!!” ci Hana memerintahkan adiknya untuk mengentot Anggi yang malang di lubang anusnya. Adiknya menurut, ia berpindah duduk di atas ranjang. Ci Hana memapah tubuh Anggi dengan lembut dan menempatkannya di atas adiknya.
Anggi yang tidak berdaya hanya dapat memandang sorot mata penuh nafsu ci Hana yang sedari tadi sibuk mengatur posisi dan membantu adiknya memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang anus Anggi. Bles! Batang kemaluan adik ci Hana akhirnya berhasil masuk ke dalam anus Anggi yang sudah tidak keruan bentuknya karena sedari tadi diobok-obok oleh ci Hana.
Rasa sakit bercampur nikmat membuat Anggi membelalakkan matanya, ia membuka mulutnya dan merintih “Aaa..” Ci Hana membaringkan Anggi dari posisi terduduk menjadi terlentang dengan adiknya di bawahnya (dan batang kemaluannya yang sudah menancap ke dalam lubang anus Anggi). “Anggi, aku yakin kamu akan menyukai ini dan pasti ketagihan sesudah ini.” Ci Hana memasukkan dildo-nya ke dalam lubang kemaluan Anggi.
Anggi yang berada di tengah dengan keadaan tak berdaya, berusaha menahan nikmat bercampur nyeri di lubang kemaluan yang sudah dihujami dildo dari ci Hana serta batang kemaluan adik ci Hana yang menancap di lubang anusnya.
Mulailah ranjang bergoyang.. mulanya perlahan, namun semakin lama semakin cepat.. demikian pula dengan rintihan-rintihan Anggi.. “Aaa.. aa..” Anggi masih mengenakan kaca mata minusnya ketika permainan ini dimulai.
Ci Hana tertawa melihat Anggi berusaha bertahan: “Jangan ditahan dan jangan dilawan Anggi nikmati saja, sayang!!” Perlahan-lahan rintihan Anggi mulai berubah menjadi jeritan nikmat penuh birahi..
“Ah.. ah.. yess.. mmhh.. MM.. AAHH..” Kenikmatan disetubuhi di kedua lubangnya secara bersamaan membuat Anggi kehilangan kendali. Anggi yang sopan dan alim perlahan larut.. perlahan berubah menjadi Anggi yang liar, sifat liar yang seakan ditularkan dari ci Hana meracuni pikiran Anggi yang semula begitu bersih dan polos. “Yah.. teruskan!! LEBIH CEPAT LAGI CI HANA..!! AA.. AA.. MMHH.. MM..”
Anggi menggenggam seprei ranjang dengan sangat kuat, keringat meluncur deras dari sekujur tubuhnya membuat kulitnya tampak mengkilat di bawah cahaya lampu. Hal ini membuat Ci Hana semakin bernafsu mempercepat gerakan pinggulnya. Anggi semakin menikmatinya ia memejamkan matanya sambil memegang rambut ci Hana. “AGH.. Enak sekali.. Ci.. aa.. aku.. belum pernah.. uuh.. senikmat ini..”
Adik Ci Hana menganal lubang pantat Anggi sambil meremas-remas kedua toket Anggi dari belakang, walaupun ukuran toket Anggi relatif kecil namun ini tidak mengurangi rangsangan demi rangsangan yg diterimanya.
“Auuh.. ah..” mulut Anggi menganga dan mengeluarkan teriakan-teriakan yg semakin tidak jelas. Tubuhnya pun mulai menegang; tahulah Ci Hana bahwa “anak didiknya” saat ini hampir mencapai puncak kenikmatan.
Ci Hana mengurangi kecepatan bermainnya dan mengubah gerakan maju-mundurnya menjadi gerakan mengaduk dengan menggoyangkan pinggulnya. Anggi secara alami mengikuti gerakan Ci Hana dengan menyesuaikan gerakan pinggulnya. Hal ini justru menambah kenikmatan bagi Anggi.
Sampai akhirnya tubuh Anggi benar-benar menegang dan Anggi melepaskan teriakan yang cukup panjang dan memenuhi seluruh ruangan kedap suara tersebut. Sesudah itu, teriakan berhenti dan seluruh ruangan menjadi sepi. Ci Hana mencabut dildo dari lubang vagina Anggi, ternyata dildo tersebut sudah ditutupi cairan kental dan bahkan saat Ci Hana menariknya keluar ada sebagian dari cairan tersebut menetes dan adapula yang masih merekat antara dinding vagina Anggi dengan dildo Ci Hana.
Adik Ci Hana juga mencabut dildonya dari lubang anus Anggi dan merebahkan Anggi yang sudah lemas di ranjang. Anggi masih memejamkan kedua matanya Ci Hana melepas kacamata Anggi yang masih dikenakannya dan meletakkannya di meja yg terletak di tepi ranjang. “Lain kali, kalau mau main jangan lupa lepas dulu kacamatanya..”
Ci Hana tersenyum dan mencium Anggi, kemudian ia melepaskan dildonya dan menggelatakannya begitu saja di lantai. Ia memandang adiknya dan berkata: “Kamu jangan bengong saja, kamu masih punya tugas satu lagi.” Sesudah berkata demikian, ia duduk di lantai melebarkan kedua pahanya: mengarahkan lubang vaginanya yang sudah basah ke arah adiknya.
Kemudian ia menunjuk ke arah vaginanya: “Ayo: gunakan lidahmu.” Adiknya mengerti apa yg harus dilakukan. Ia menjilat-jilat lubang kemaluan ci Hana dengan hati-hati. Keenakan, c ci Hana memejamkan matanya nafasnya tak beraturan: desahan- desahan nikmat meluncur keluar tak terkontrol dari mulutnya.
Ia menjambak rambut adiknya dan menekan-nekan wajah adiknya itu ke lubang vaginanya: “Errghh.. aaghh.. niikkmmaatt sekkaallii.. ss..!!” Ci Hana benar-benar menikmati setiap hisapan dan jilatan yang diberikan adiknya ke liang kewanitaannya, namun di tengah ambang sadar dan tidak Hana ingat bahwa ia tidak ingin mencapai orgasme dengan cara seperti ini. “Aah.. tunggu say bee.. berhentii duluu.. mmh.. sekarang giliran.. cici ngerjain punya kamuu..”
Adik Ci Hana menurut dan berhenti. Ci Hana bergerak kemudian berjongkok membelakangi adiknya, sekarang ia dalam keadaan berjongkok menghadap pantat adiknya. Adiknya agak kebingungan dengan tingkah laku cicinya.
Namun Hana cuek saja: tangan kirinya ia lewatkan di antara kaki adiknya, dan dengan tangannya itu ia mencengkeram buah pelir adiknya dengan halus dan mulai memijat- mijatnya. “Tenang saja, sayang kujamin kamu akan suka sekali..” Ci Hana tersenyum penuh nafsu, dan dengan tangan kiri masih memegang buah pelir adiknya ia mengangkat telapak tangannya, menghadapkannya ke arah wajahnya dan meludahi tangannya sendiri kemudian mengerut-ngerutkan tangannya.
Kemudian ia melingkarkan tangan kanannya dari pinggang sebelah kanan adiknya langsung menuju ke arah kontol adiknya. Dan mulailah ia mengocok-ngocoknya batang kemaluan adiknya itu dengan tangan kanannya yang sudah dilumasi air ludahnya sendiri.
“Aaaghh.. duh, enak sekali ci..” Ci Hana meneruskan gerakan tangannya sampai ia merasa batang kemaluan adiknya sudah cukup keras. Sesudah itu, ia membalikan badannya dan mengambil posisi nungging di lantai. Tahulah adik ci Hana apa yang diinginkan cicinya ini. Ia juga mengatur posisi di belakang cicinya: “Awas ya pokoknya aku nggak mau anal. Maenin lubangku yang biasa aja.” Adiknya menurut, dan permainan dimulai.
Adik ci Hana memulai gerakannya dengan perlahan, “Mmm.. masih kurang, lagi dong!” Gerakan dipercepat, Ci Hana memejamkan matanya keenakan. Ia menambah kenikmatan dengan menggesek-gesek klit-nya sendiri, dengan sebelumnya membasahi jari-jarinya dengan cara mengulumnya sendiri.
“Uuuaah.. enaakk sayaang.. Mmmh..” Permainan ini berlangsung agak lama sampai ci Hana minta ganti posisi lagi. Kali ini ia ingin disetubuhi dengan posisi tubuh menyamping. Ci Hana menyampingkan tubuhnya yang seksi dan sudah mandi keringat tadi ke arah kanan, sementara adik Ci Hana mengangkat paha mulus cicinya sebelah kanan dan menyandarkannya ke bahu sebelah kirinya.
Dengan demikian, ia dengan leluasa dapat memasukkan batang kemaluannya ke lubang ci Hana. Ia mulai bergerak maju mundur, “Aaahh.. mm..” Untuk sekedar menambah kenikmatan, ia mengarahkan tangan kanannya ke arah pantatnya sendiri dan menggerakan jari tengahnya keluar- masuk lubang pantatnya. “Kyyaahh.. uuhh..”
Tubuh ci Hana terus bergoyang-goyang toketnya pun bergerak naik turun tak beraturan mengkuti irama tubuhnya. Adik ci Hana yg sedari tadi bergitu terangsang dengan gerakan toket cicinya sendiri itu sudah tak tahan lagi, ia memajukan tangan kanannya guna meremas toket kanan cicinya itu. “Oh susumu begitu empuk ci..”
Ci Hana hanya tersenyum, ia mencabut tangannya dari lubang pantatnya dan ikut meremas toketnya bersama-sama dengan tangan adiknya itu. Permainan terus berlangsung, Ci Hana merasakan tubuhnya sendiri mulai menegang ia sendiri sudah tidak mampu berpikir jernih lagi.
Hanya kenikmatan yang dirasakan sekujur tubuhnya sekarang. “AAHH.. AAKKUU.. MMH..” Keluarlah Ci Hana, mencapai orgasme yang diidam-idamkannya dalam posisi menyamping. Tercapailah segala keinginannya selama ini.
Demikian pula adik ci Hana, ia segera berdiri karena sudah tidak tahan lagi, dan ci Hana mengetahui hal ini karena ia sudah berhasil meraih orgasme, maka ia berniat membantu adiknya untuk mengeluarkan seluruh peju yang sangat ia inginkan itu.
Ci Hana berjongkok, tersenyum menggoda ke arah adiknya dan mulai mengocok batak kemaluan adiknya “Nah, sekarang cici ingin merasakan nikmatnya cairan kejantananmu. Ayo sayang.. keluarkan jangan ragu.. ayo!” Ci Hana memainkan batang kemaluan adiknya naik turun dengan gerakan memutar sambil sesekali menjilat pangkal kemaluan adiknya.
“Aih.. masih belum keluar juga.. sebentar..” Sambil mengocok batang kemaluan adiknya dengan menggunakan tangan kanannya, ci Hana memijat buah pelir adiknya. “Ah.. ci.. aku mau keluar nih..!!” Ci Hana langsung mengarahkan ujung batang kemaluan adiknya ke arah mulutnya, menyambut cairan peju yang segera muncrat masuk ke dalam mulutnya.
Anggi yang sedari tadi tergeletak lemas berusaha bangkit dan merangkak menuju ci Hana dan adiknya. “Ci Hana.. saya juga mau..”, kata Anggi sambil menunjuk ke arah mulutnya sendiri. Tetes peju terakhir sudah habis meluncur turun ke dalam mulut ci Hana yang seksi. Ci Hana menelan sedikit peju adiknya dan menahan sisanya di dalam mulutnya.
Ia tersenyum dengan mulut belepotan peju adiknya, membelai Anggi, kemudian membaringkannya, dan meletakkan kepala Anggi di pangkuannya. Anggi yang sudah lemas hanya menurut seperti anak kecil. Dengan gerakan yang lembut, ci Hana menyentuh bibir Anggi dan menggerakannya ke bawah dengan jari telunjuknya.
Anggi mengerti apa yang dimaksud ci Hana, ia membuka mulutnya. Bibirnya bergetar. Ci Hana kembali tersenyum ia mengarahkan mulutnya tepat di atas bibir Anggi yang sudah merekah, kemudian membuka dan memuntahkan peju lengket yang sudah bercampur dengan air liur ci Hana, turun memasuki mulut Anggi.
Peju dalam mulut ci Hana sudah habis dipindahkan ke dalam mulut Anggi. Ci Hana tersenyum lebar dengan sedikit sisa peju bercampur liur pekat yang menetes dari ujung bibirnya.
Kembali, dengan gerakan lembut ci Hana memberi isyarat kepada Anggi untuk menutup mulutnya. Anggi menuruti dan tersenyum bersamaan dengan ci Hana. “Nah, aku tidak pernah pelit kepada gadis manis seperti kamu.
Ambillah bagianmu dan nikmatilah.” Anggi menelan peju yang sudah diberikan ci Hana kepadanya. “Terima kasih ci..” Kemudian ia bangkit dan duduk Anggi menyentuh wajah ci Hana dengan lembut. Anggi kembali membuka mulutnya, bergerak maju ke arah bibir ci Hana sambil menjulurkan lidahnya. Ci Hana yang mengerti maksud Anggi segera menyambut ciuman Anggi dengan menjulurkan lidahnya pula. Mereka berciuman sampai lama dan saling menjilati sisa-sisa peju hingga bersih.
Sejak saat itu, kehidupan ci Hana dan Anggi selalui dipenuhi dengan petualangan: hampir setiap bulan Anggi ‘menjebak’ teman kuliahnya entah itu pria atau wanita. Mungkin dalam kesempatan lain, Anggi dapat membagi kisah petualangannya disini.
PESTA SEX
Anggi merupakan gadis yang berparas cantik dengan kulit putih dan tubuh mulusnya, dia mahasiswi yang cerdas juga dikelasnya, tapi bentuk payudara dan pantatnya biasa saja bisa dibilang kurus kalau seukuran dia, di kota Semarang Anggi berkuliah dan disana dia ngekos bersama salah satu temannya sebut saja Hana dia lebih tua dari Anggi umurnya 30an diusinya yang segitu dia cantik dan pandai merawat tubuhnya.
Rupanya, ci Hana yang sudah lama tidak merasakan belaian pria menyimpan; lebih tepatnya menimbun libido yang secara perlahan-lahan telah menggerogoti moralnya (walaupun belum sampai mengenai akal sehatnya).
Selama ditinggalkan kekasihnya sejak 7 tahun yang lalu, ia sering merasa kesepian tak jarang ia berusaha memuaskan dirinya sendiri dengan berbagai peralatan dan VCD yang disewanya/dibeli melalui pembantunya, karena ia sendiri sebenarnya malu kalau harus terang-terangan membeli atau menyewa benda-benda seperti itu.
Demikian pula untuk bermain dengan pria yang tidak dikenal, ci Hana menganggap mereka tidak bersih sehingga ia takut untuk berhubungan badan dengan mereka. Namun demikian, ini tidak mengurangi fantasi ci Hana dalam membayangkan bentuk seks yang diinginkannya.
Bahkan sejak 2 tahun yang lalu, ia juga mulai tertarik untuk melakukan hubungan seks dengan sesamanya. Ini dapat dilihat dari reaksinya terhadap Anggi sehari-hari, tak jarang ia menelan air ludah dan menjilati kedua bibirnya apabila melihat Anggi mengenakan kaos ketat apabila ia ke kampus. Padahal, bentuk tubuh Anggi begitu biasa apalagi apabila dibandingkan dengan dirinya sendiri yg jauh lebih seksi.
Apa yang dilihat pada diri Anggi adalah dirinya sendiri 10 tahun silam; ketika ia masih berada di awal-awal usia 20 tahun: alim dan rajin namun begitu naif. Ci Hana sendiri bertekad untuk memberinya ‘pelajaran’ suatu saat.
Namun sesudah agak lama tinggal bersama Anggi, barulah Ci Hana mengetahui bahwa ia sudah tidak perawan lagi: ketika ia masih SMP dulu pacarnya sendiri memperkosanya dan sejak saat itu, Anggi begitu minder dan seringkali menhindar dari pergaulan sekitarnya, hingga saat ia kuliah. Ci Hana mengetahui hal ini dari Anggi sendiri yang memandang Ci Hana sebagai wanita yang sabar, bijaksana dan dewasa.
Pucuk dicinta ulam tiba, seminggu yang lalu adik ci Hana yang laki-laki tiba dan hendak menginap untuk satu bulan karena suatu urusan. ‘Sekali tepuk 2 lalat’ inilah yang ada dalam pikiran ci Hana melihat adiknya sendiri dan Anggi.
Suatu sore sejak 3 hari kedatangan adiknya Ci Hana sudah mempersiapkan rencana yang baik: pertama adiknya, kemudian Anggi. Biasanya, Anggi tiba di kos pukul 19:00 dan ia hendak memulai rencananya itu pukul 18:30 dengan melakukan ‘pemanasan’ terhadap adiknya.
Pukul 18:30, Hana memanggil adiknya untuk masuk ke kamarnya. Tanpa berprasangka apa-apa, adiknya masuk ke kamarnya. Dilihatnya Ci Hana yang mengenakan celana pendek jins ketat dan kaos tanpa lengan yang ketat pula ia sedang menghadap ke cermin dan mengikat rambutnya yang bergelombang halus itu.
Melihat bayangan adiknya di cermin, Ci Hana tersenyum dan berkata: “Masuk saja, cici cuman sebentar koq.” Diam-2, adiknya memperhatikan cicinya dan berpikir: “Cantik juga, walaupun sudah kepala tiga. Badannya juga begitu padat dan seksi..”
Ci Hana yang mengerti bahwa dirinya sedang diperhatikan adiknya sendiri hanya tersenyum simpul tiba-tiba ia berdiri, mendekati adiknya dan menggandeng tangannya. Adiknya kaget sekali namun ia tidak berkata apa2. Ci Hana membimbing adiknya menuju sebuah pintu sambil sesekali melirik ke belakang dan tersenyum simpul ke arah adiknya.
Ci Hana membuka pintu kamar tersebut dan menyalakan lampunya. Ternyata, apa yang dilihat adiknya adalah sesuatu yang menakjubkan namun juga membuatnya sedikit shock: sebuah kamar yang cukup luas dengan seluruh dinding ditutupi bahan kedap suara berwarna pink.
Ranjang yang terletak di tengah ruangan, sebuah TV lengkap dengan stereo-setnya yang mewah: juga 3 teve hitam-putih kecil yang menampakkan situasi di ruang tamu, kamar Anggi dan kamarnya sendiri.
Namun yang membuatnya begitu kaget dan sedikit takut adalah koleksi VCD, video dan DVD porno yang berserakan di lantai. Berbagai alat bantu seksual, dan sebuah manekin lengkap dengan penis palsunya segala.
Tahulah ia apa yang diinginkan dari cicinya tanpa disadarinya, Ci Hana sudah mengunci pintu kamar dan mulai melepaskan pakaiannya satu persatu. Namun ia berhenti sampai pakaian dalam saja. Jadilah Ci Hana hanya mengenakan bra dan celana-dalam warna hitam, ia berdiri begitu seksi dan menggoda dengan rambutnya terikat (untuk memudahkannya saat permainan nanti, begitulah yang ada di pikiran Ci Hana). “Sudahlah, kamu menurut saja toh kamu disini hanya sebulan. Masa kamu tidak kasihan sama cici yg sudah lama tidak merasakan hangatnya tubuh pria?”
Adiknya masih ragu. Ci Hana tahu ini dan tanpa membuang banyak waktu, ia segera maju ke depan membuka celana pendek adiknya dengan mudah (entah bagaimana, adiknya tidak mampu melawan cicinya sendiri).
Mulailah ia mengoral batang kemaluan adiknya itu. Ci Hana mempercepat gerakan mengocoknya dengan tangan kanan, dia menengadah dan menatap wajah adiknya dengan tatapan tajam penuh birahi ia mendesis sambil berkata: “Sss.. awas kalau kamu berani keluar sebelum aku. Lebih baik kamu cari kos lain saja, meskipun kamu adikku!”
Sesudah berkata demikian, ci Hana memasukkan seluruh batang kemaluan adiknya ke dalam mulutnya. Ia menggerakkan kepalanya maju mundur membuat batang kemaluan adiknya keluar-masuk dengan sangat cepat.
Adik ci Hana hanya dapat mengerang nikmat mendapat perlakuan seperti itu dari cicinya yang ternyata sangat berpengalaman dalam hal memuaskan pasangan mainnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan cicinya.
Di tengah-tengah permainan, Ci Hana melepaskan branya dengan tangan kirinya yang masih bebas. Diliriknya teve hitam putih yg secara rahasia memonitor kamar Anggi. Ternyata ia baru saja datang, dan waktu menunjukan pukul 18:55. Tepatlah perhitungannya: adiknya yang nafsunya sedang menanjak pasti akan mau diajaknya berkompromi.
Ci Hana menghentikan oralnya, dan tahulah ia bahwa adiknya agak kecewa. “Tunggu sebentar aku ada tugas buat kamu: bawalah Anggi ke kamar ini.” Adiknya mengerti apa yang diinginkan ci Hana. Sementara adiknya pergi memanggil Anggi ia segera mematikan monitor2-nya, melepas celana dalamnya yang sedikit basah dan bersembunyi di sebelah pintu.
Begitu adiknya masuk bersama Anggi ia segera mengunci kamarnya lagi dan mendorong Anggi hingga jatuh ke ranjang. Anggi yang bertubuh kurus dan lelah sehabis kuliah tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti terhadap perlakuan Ci Hana yang begitu tiba-tiba tersebut. Ci Hana melucuti kaos ketat yang dikenakan Anggi dengan buas.
“Kyaa..!!” Anggi menjerit, namun percuma karena ruangan tersebut kedap suara. Adik Ci Hana hanya diam saja karena shock melihat keganasan cicinya apalagi dengan sesama jenis! Ci Hana telah sampai pada branya.
Dengan kasar, ia merenggut bra Anggi dan melemparkannya ke lantai. Ci Hana melihat sepasang toket Anggi yang kecil. “Seharusnya kamu tidak usah pakai bra sama sekali. Toh tidak memberi perbedaan yang berarti..” Ci Hana melanjutkan dengan melepas kancing celana jins Anggi dan membuka ritsluitngnya dan melepaskannya.
“Pahamu putih dan mulus juga yah..” Terakhir, Ci Hana menurunkan celana dalam Anggi. Anggi tak dapat berbuat apa-apa terhadap Ci Hana yang terus menggerayangi tubuhnya dan sesekali menciuminya.
Tiba-tiba Ci Hana berdiri dan berjalan menuju lemari. Diambilnya sebuah penis palsu (dildo) dan semacam lotion. Ia mengolesi dildonya dengan lotion tersebut dan memberikannya kepada adiknya, “Kamu pakai juga. Aku tidak mau dia berteriak-teriak kesakitan.” Adik Ci Hana menurut ia melepas seluruh pakaiannya dan mulai mengolesi batang kemaluannya dengan lotion yang diberikan cicinya.
“Jangan ci.. saya takut.” Anggi yang sudah lemas berkata dengan penuh kekuatiran, melihat ci Hana mengenakan penis palsu (dildo) bergerigi dengan ukuran yang cukup mengerikan seperti mengenakan celana dalam.
Ci Hana dengan cepat bergerak ke arah Anggi. “Diam. Mana lotionnya.” Sesudah mendapatkan lotion, ia mulai mengolesi dinding vagina Anggi sambil berkata: “Kamu jangan takut, percaya sama cici saja. Sesudah itu, ia membalikkan tubuh Anggi dan melumasi lubang pantatnya pula.
“Ayo kamu lubang yang satunya!!” ci Hana memerintahkan adiknya untuk mengentot Anggi yang malang di lubang anusnya. Adiknya menurut, ia berpindah duduk di atas ranjang. Ci Hana memapah tubuh Anggi dengan lembut dan menempatkannya di atas adiknya.
Anggi yang tidak berdaya hanya dapat memandang sorot mata penuh nafsu ci Hana yang sedari tadi sibuk mengatur posisi dan membantu adiknya memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang anus Anggi. Bles! Batang kemaluan adik ci Hana akhirnya berhasil masuk ke dalam anus Anggi yang sudah tidak keruan bentuknya karena sedari tadi diobok-obok oleh ci Hana.
Rasa sakit bercampur nikmat membuat Anggi membelalakkan matanya, ia membuka mulutnya dan merintih “Aaa..” Ci Hana membaringkan Anggi dari posisi terduduk menjadi terlentang dengan adiknya di bawahnya (dan batang kemaluannya yang sudah menancap ke dalam lubang anus Anggi). “Anggi, aku yakin kamu akan menyukai ini dan pasti ketagihan sesudah ini.” Ci Hana memasukkan dildo-nya ke dalam lubang kemaluan Anggi.
Anggi yang berada di tengah dengan keadaan tak berdaya, berusaha menahan nikmat bercampur nyeri di lubang kemaluan yang sudah dihujami dildo dari ci Hana serta batang kemaluan adik ci Hana yang menancap di lubang anusnya.
Mulailah ranjang bergoyang.. mulanya perlahan, namun semakin lama semakin cepat.. demikian pula dengan rintihan-rintihan Anggi.. “Aaa.. aa..” Anggi masih mengenakan kaca mata minusnya ketika permainan ini dimulai.
Ci Hana tertawa melihat Anggi berusaha bertahan: “Jangan ditahan dan jangan dilawan Anggi nikmati saja, sayang!!” Perlahan-lahan rintihan Anggi mulai berubah menjadi jeritan nikmat penuh birahi..
“Ah.. ah.. yess.. mmhh.. MM.. AAHH..” Kenikmatan disetubuhi di kedua lubangnya secara bersamaan membuat Anggi kehilangan kendali. Anggi yang sopan dan alim perlahan larut.. perlahan berubah menjadi Anggi yang liar, sifat liar yang seakan ditularkan dari ci Hana meracuni pikiran Anggi yang semula begitu bersih dan polos. “Yah.. teruskan!! LEBIH CEPAT LAGI CI HANA..!! AA.. AA.. MMHH.. MM..”
Anggi menggenggam seprei ranjang dengan sangat kuat, keringat meluncur deras dari sekujur tubuhnya membuat kulitnya tampak mengkilat di bawah cahaya lampu. Hal ini membuat Ci Hana semakin bernafsu mempercepat gerakan pinggulnya. Anggi semakin menikmatinya ia memejamkan matanya sambil memegang rambut ci Hana. “AGH.. Enak sekali.. Ci.. aa.. aku.. belum pernah.. uuh.. senikmat ini..”
Adik Ci Hana menganal lubang pantat Anggi sambil meremas-remas kedua toket Anggi dari belakang, walaupun ukuran toket Anggi relatif kecil namun ini tidak mengurangi rangsangan demi rangsangan yg diterimanya.
“Auuh.. ah..” mulut Anggi menganga dan mengeluarkan teriakan-teriakan yg semakin tidak jelas. Tubuhnya pun mulai menegang; tahulah Ci Hana bahwa “anak didiknya” saat ini hampir mencapai puncak kenikmatan.
Ci Hana mengurangi kecepatan bermainnya dan mengubah gerakan maju-mundurnya menjadi gerakan mengaduk dengan menggoyangkan pinggulnya. Anggi secara alami mengikuti gerakan Ci Hana dengan menyesuaikan gerakan pinggulnya. Hal ini justru menambah kenikmatan bagi Anggi.
Sampai akhirnya tubuh Anggi benar-benar menegang dan Anggi melepaskan teriakan yang cukup panjang dan memenuhi seluruh ruangan kedap suara tersebut. Sesudah itu, teriakan berhenti dan seluruh ruangan menjadi sepi. Ci Hana mencabut dildo dari lubang vagina Anggi, ternyata dildo tersebut sudah ditutupi cairan kental dan bahkan saat Ci Hana menariknya keluar ada sebagian dari cairan tersebut menetes dan adapula yang masih merekat antara dinding vagina Anggi dengan dildo Ci Hana.
Adik Ci Hana juga mencabut dildonya dari lubang anus Anggi dan merebahkan Anggi yang sudah lemas di ranjang. Anggi masih memejamkan kedua matanya Ci Hana melepas kacamata Anggi yang masih dikenakannya dan meletakkannya di meja yg terletak di tepi ranjang. “Lain kali, kalau mau main jangan lupa lepas dulu kacamatanya..”
Ci Hana tersenyum dan mencium Anggi, kemudian ia melepaskan dildonya dan menggelatakannya begitu saja di lantai. Ia memandang adiknya dan berkata: “Kamu jangan bengong saja, kamu masih punya tugas satu lagi.” Sesudah berkata demikian, ia duduk di lantai melebarkan kedua pahanya: mengarahkan lubang vaginanya yang sudah basah ke arah adiknya.
Kemudian ia menunjuk ke arah vaginanya: “Ayo: gunakan lidahmu.” Adiknya mengerti apa yg harus dilakukan. Ia menjilat-jilat lubang kemaluan ci Hana dengan hati-hati. Keenakan, c ci Hana memejamkan matanya nafasnya tak beraturan: desahan- desahan nikmat meluncur keluar tak terkontrol dari mulutnya.
Ia menjambak rambut adiknya dan menekan-nekan wajah adiknya itu ke lubang vaginanya: “Errghh.. aaghh.. niikkmmaatt sekkaallii.. ss..!!” Ci Hana benar-benar menikmati setiap hisapan dan jilatan yang diberikan adiknya ke liang kewanitaannya, namun di tengah ambang sadar dan tidak Hana ingat bahwa ia tidak ingin mencapai orgasme dengan cara seperti ini. “Aah.. tunggu say bee.. berhentii duluu.. mmh.. sekarang giliran.. cici ngerjain punya kamuu..”
Adik Ci Hana menurut dan berhenti. Ci Hana bergerak kemudian berjongkok membelakangi adiknya, sekarang ia dalam keadaan berjongkok menghadap pantat adiknya. Adiknya agak kebingungan dengan tingkah laku cicinya.
Namun Hana cuek saja: tangan kirinya ia lewatkan di antara kaki adiknya, dan dengan tangannya itu ia mencengkeram buah pelir adiknya dengan halus dan mulai memijat- mijatnya. “Tenang saja, sayang kujamin kamu akan suka sekali..” Ci Hana tersenyum penuh nafsu, dan dengan tangan kiri masih memegang buah pelir adiknya ia mengangkat telapak tangannya, menghadapkannya ke arah wajahnya dan meludahi tangannya sendiri kemudian mengerut-ngerutkan tangannya.
Kemudian ia melingkarkan tangan kanannya dari pinggang sebelah kanan adiknya langsung menuju ke arah kontol adiknya. Dan mulailah ia mengocok-ngocoknya batang kemaluan adiknya itu dengan tangan kanannya yang sudah dilumasi air ludahnya sendiri.
“Aaaghh.. duh, enak sekali ci..” Ci Hana meneruskan gerakan tangannya sampai ia merasa batang kemaluan adiknya sudah cukup keras. Sesudah itu, ia membalikan badannya dan mengambil posisi nungging di lantai. Tahulah adik ci Hana apa yang diinginkan cicinya ini. Ia juga mengatur posisi di belakang cicinya: “Awas ya pokoknya aku nggak mau anal. Maenin lubangku yang biasa aja.” Adiknya menurut, dan permainan dimulai.
Adik ci Hana memulai gerakannya dengan perlahan, “Mmm.. masih kurang, lagi dong!” Gerakan dipercepat, Ci Hana memejamkan matanya keenakan. Ia menambah kenikmatan dengan menggesek-gesek klit-nya sendiri, dengan sebelumnya membasahi jari-jarinya dengan cara mengulumnya sendiri.
“Uuuaah.. enaakk sayaang.. Mmmh..” Permainan ini berlangsung agak lama sampai ci Hana minta ganti posisi lagi. Kali ini ia ingin disetubuhi dengan posisi tubuh menyamping. Ci Hana menyampingkan tubuhnya yang seksi dan sudah mandi keringat tadi ke arah kanan, sementara adik Ci Hana mengangkat paha mulus cicinya sebelah kanan dan menyandarkannya ke bahu sebelah kirinya.
Dengan demikian, ia dengan leluasa dapat memasukkan batang kemaluannya ke lubang ci Hana. Ia mulai bergerak maju mundur, “Aaahh.. mm..” Untuk sekedar menambah kenikmatan, ia mengarahkan tangan kanannya ke arah pantatnya sendiri dan menggerakan jari tengahnya keluar- masuk lubang pantatnya. “Kyyaahh.. uuhh..”
Tubuh ci Hana terus bergoyang-goyang toketnya pun bergerak naik turun tak beraturan mengkuti irama tubuhnya. Adik ci Hana yg sedari tadi bergitu terangsang dengan gerakan toket cicinya sendiri itu sudah tak tahan lagi, ia memajukan tangan kanannya guna meremas toket kanan cicinya itu. “Oh susumu begitu empuk ci..”
Ci Hana hanya tersenyum, ia mencabut tangannya dari lubang pantatnya dan ikut meremas toketnya bersama-sama dengan tangan adiknya itu. Permainan terus berlangsung, Ci Hana merasakan tubuhnya sendiri mulai menegang ia sendiri sudah tidak mampu berpikir jernih lagi.
Hanya kenikmatan yang dirasakan sekujur tubuhnya sekarang. “AAHH.. AAKKUU.. MMH..” Keluarlah Ci Hana, mencapai orgasme yang diidam-idamkannya dalam posisi menyamping. Tercapailah segala keinginannya selama ini.
Demikian pula adik ci Hana, ia segera berdiri karena sudah tidak tahan lagi, dan ci Hana mengetahui hal ini karena ia sudah berhasil meraih orgasme, maka ia berniat membantu adiknya untuk mengeluarkan seluruh peju yang sangat ia inginkan itu.
Ci Hana berjongkok, tersenyum menggoda ke arah adiknya dan mulai mengocok batak kemaluan adiknya “Nah, sekarang cici ingin merasakan nikmatnya cairan kejantananmu. Ayo sayang.. keluarkan jangan ragu.. ayo!” Ci Hana memainkan batang kemaluan adiknya naik turun dengan gerakan memutar sambil sesekali menjilat pangkal kemaluan adiknya.
“Aih.. masih belum keluar juga.. sebentar..” Sambil mengocok batang kemaluan adiknya dengan menggunakan tangan kanannya, ci Hana memijat buah pelir adiknya. “Ah.. ci.. aku mau keluar nih..!!” Ci Hana langsung mengarahkan ujung batang kemaluan adiknya ke arah mulutnya, menyambut cairan peju yang segera muncrat masuk ke dalam mulutnya.
Anggi yang sedari tadi tergeletak lemas berusaha bangkit dan merangkak menuju ci Hana dan adiknya. “Ci Hana.. saya juga mau..”, kata Anggi sambil menunjuk ke arah mulutnya sendiri. Tetes peju terakhir sudah habis meluncur turun ke dalam mulut ci Hana yang seksi. Ci Hana menelan sedikit peju adiknya dan menahan sisanya di dalam mulutnya.
Ia tersenyum dengan mulut belepotan peju adiknya, membelai Anggi, kemudian membaringkannya, dan meletakkan kepala Anggi di pangkuannya. Anggi yang sudah lemas hanya menurut seperti anak kecil. Dengan gerakan yang lembut, ci Hana menyentuh bibir Anggi dan menggerakannya ke bawah dengan jari telunjuknya.
Anggi mengerti apa yang dimaksud ci Hana, ia membuka mulutnya. Bibirnya bergetar. Ci Hana kembali tersenyum ia mengarahkan mulutnya tepat di atas bibir Anggi yang sudah merekah, kemudian membuka dan memuntahkan peju lengket yang sudah bercampur dengan air liur ci Hana, turun memasuki mulut Anggi.
Peju dalam mulut ci Hana sudah habis dipindahkan ke dalam mulut Anggi. Ci Hana tersenyum lebar dengan sedikit sisa peju bercampur liur pekat yang menetes dari ujung bibirnya.
Kembali, dengan gerakan lembut ci Hana memberi isyarat kepada Anggi untuk menutup mulutnya. Anggi menuruti dan tersenyum bersamaan dengan ci Hana. “Nah, aku tidak pernah pelit kepada gadis manis seperti kamu.
Ambillah bagianmu dan nikmatilah.” Anggi menelan peju yang sudah diberikan ci Hana kepadanya. “Terima kasih ci..” Kemudian ia bangkit dan duduk Anggi menyentuh wajah ci Hana dengan lembut. Anggi kembali membuka mulutnya, bergerak maju ke arah bibir ci Hana sambil menjulurkan lidahnya. Ci Hana yang mengerti maksud Anggi segera menyambut ciuman Anggi dengan menjulurkan lidahnya pula. Mereka berciuman sampai lama dan saling menjilati sisa-sisa peju hingga bersih.
Sejak saat itu, kehidupan ci Hana dan Anggi selalui dipenuhi dengan petualangan: hampir setiap bulan Anggi ‘menjebak’ teman kuliahnya entah itu pria atau wanita. Mungkin dalam kesempatan lain, Anggi dapat membagi kisah petualangannya disini.
Komentar
Posting Komentar